Cerpen (BI)

Penyesalan


Prolog


Tengah malam dan aku kembali menangis. Aku selalu melalui hari-hariku seperti. Sejak kejadian itu, aku selalu menyendiri. Mengurung diri dikamar, tidak ingin siapapun melihatku. Aku melihat foto-foto yang ada di hadapanku. Foto-foto yang terlihat tua dan kusam, bahkan ujungnya hampir robek.
Dengan tangan gemetar, aku mengambil foto-foto yang tersebar di ranjangku. Melihatnya satu-persatu, masing-masing membawa kenangan lama. Memori itu terus berputar dikepalaku tanpa henti seperti kaset yang rusak. Kenangan lama yang pahit, kenangan lama yang tidak ingin kuingat.

Dulu aku masih muda. Tidak mengerti apa-apa. Aku menyesal dengan semua perbuatanku. Seandainya aku bisa mengulang kejadian itu, aku akan memperbaiki semuanya.
Bertahun-tahun aku mencoba mengubur masa laluku, bertahun-tahun aku mencoba melupakan. Aku mengambil sebuah foto. Foto favorit-ku. Sebuah keluarga yang terlihat bahagia. Kini aku kembali menangis, mengusap foto itu dengan lembut.

Tiga tahun.

Tiga tahun telah berlalu.

Tiga tahun...semenjak aku kehilangan semuanya.

21 July 2016 :

Kringgg


Suara nyaring dari alarm membangunkanku. Aku melihat jam didinding. Pukul enam dua puluh (6:20). Akh, sebentar lagi sekolah. Hari ini hujan lebat, membuatku sangat malas untuk beranjak dari kasur. Aku melihat ke arah jendela. Mobil sports papaku sudah terparkir rapi disamping rumah. Itu berarti papa sudah pulang.

Aku menghela napas panjang dan beranjak dari kasur. Aku mengucek mataku dan menguap sembari berjalan menuju kamar mandi. Aku mengambil handuk kemudian membuka pintu kamar mandi.

Lima belas menit kemudian, aku sudah selesai mandi. Aku beranjak ke lemariku dan mengambil seragam sekolahku. Aku mengambil outer biru dan segera berjalan menuju kaca. Aku tersenyum puas saat melihat penampilanku.

Seragam berwarna putih abu-abu menjadi perpaduan cocok dengan jaket burberry-ku yang berwarna biru tua. Setelah 2 menit berputar-putar di depan cermin, aku beranjak ke lemari sepatuku. Aku berhenti didepan rak yang berisi semua sepatu berwarna hitam.

Puluhan sepatu berwarna hitam terpajang dengan rapi dihadapanku. Aku mengambil sepatu pantovel salvatore ferragamo-ku yang berpita hitam. Aku melihat jam, sudah pukul enam lewat empat puluh lima (6:45). Aku segera memakai parfum dior-ku dan mengambil jam tanganku.

Aku mengambil tas ranselku dan berjalan menuju pintu kamarku, membuka pintu kemudian langsung menuruni tangga. Aku melihat ayahku sedang menonton di televisi dengan secangkir kopi di tangannya dan roti panggang yang sudah tersedia di meja. Lapar. Hanya satu kata itu yang bisa mendeskripsikan ku sekarang. Aku berjalan ke arah dapur dan mendapati ibuku sedang membantu salah satu asisten rumah tanggaku memasak.

“ Selamat pagi dy.” Sapa mamaku dengan senyum hangatnya.

Aku menghiraukan mama dan langsung menyantap pancake yang berada di hadapanku.
Aku kembali melihat jam. Ah, sudah pukul tujuh jika aku tidak segera berangkat aku akan terlambat. Dengan tergesa-gesa aku menghabiskan sisa makananku dan langsung menuju pintu rumah.

“ Pa, ayo berangkat, mana supirnya nanti aku telat!” Teriakku dari depan pintu.

“ Tunggu sebentar dy,” kata papaku dengan lembut.

“ Pa cepetan, udh jam tujuh lewat nih!” Kataku dengan tidak sabar. Mengapa orang-orang disini sangat lelet- batinku dalam hati.

“ Papa! Supirnya dimana sih lama banget?!” Omel ku lagi.

“ Sabar nak, tunggu sebentar ya.” Kata mamaku.

Aku baru saja ingin membuka mulut, ketika ada suara ketokan di pintu. Seorang pembantu rumah membuka pintu. Supir ku telah datang. Ia meminta maaf kepada-ku dan orang tuaku. Aku hanya menghembuskan napas malas, dan berjalan menuju pintu. Salah satu pembantuku memayungi ku hingga sampai di mobil.

Aku mempunyai 5 mobil disini. Yang Mercedes biasa aku pakai untuk sekolah, satu untuk mama, satu untuk papa. Mobil yang satunya aku pakai jika ingin berjalan-jalan dengan teman, dan yang terakhir adalah mobil untuk keluarga. Aku membuka pintu mobil dan segera masuk. Supirku langsung menyalakan mesin mobil dan melaju cepat. Setelah lima belas menit aku sampai disekolahku. Sekolah itu terlihat seperti sekolah pada umumnya. Tidak ada sesuatu yang spesial disini.

“ Audy!” Aku menoleh saat namaku dipanggil, tersenyum lebar saat melihat temanku berjalan menghampiriku.

Namaku Audy Deolinda. Aku duduk dibangku SMA kelas 3. Aku anak seorang konglomerat. Papaku adalah salah satu pemilik perusahaan terbesar di dunia, dan mamaku mempunyai “fashion line” yang sudah terkenal diseluruh dunia. Aku tinggal di kota Jakarta, dirumah yang besar dan megah. Orang tuaku suka mengundang teman-teman nya beserta orang-orang penting ke rumah. Hidupku memang selalu seperti ini dikelilingi oleh orang-orang penting, orang-orang yang mempunyai kekuasaan. Kekuasaan, kekayaan, sudah menjadi bagian dari hidupku.

“ Tumben pake mobil yang ini. Kemana yang satunya?” Tanya Lily, membuyarkan lamunanku. Aku hanya tersenyum manis.

Lily adalah teman terbaikku. Kami selalu pergi bersama. Orangtua Lily bersahabat baik dengan orang tuaku, membuat kami semakin dekat. Terkadang aku menginap dirumah Lily atau Lily yang menginap dirumahku. Aku bahkan sudah menggangap rumah Lily sebagai rumah kedua, begitupun Lily. Kami memang sudah dekat sejak kelas 1 smp. Kami berdua berjalan memasuki gerbang sekolah dan menyusuri beberapa kelas hingga akhirnya tiba di kelas kami. Kami berjalan menuju bangku kami dan segera duduk. Guru kelas pun datang dan pelajaran langsung dimulai.

Aku bosan sekali hari ini. Jam ini jam terakhir. Jam untuk pelajaran matematika. Satu-satunya bidang yang kurangku kuasai. Aku mengetuk-ngetukan pensil ke meja, bosan. Aku menunggu sekitar lima menit barulah bel pulang sekolah berbunyi. Aku berjalan menghampiri Lily dan kami segera keluar kelas.

“ Jadi, kapan kita akan jalan-jalan lagi,” Tanya Lily kepadaku.

Aku tau maksudnya. Lily belum diperbolehkan mempunyai mobilnya sendiri. Walaupun ia mempunyai harta dan kekuasaan, orang tuanya tidak memperbolehkannya untuk mengemudi mobilnya sendiri. Jadi ia saat senang jika bisa meminjam atau hanya berjalan-jalan denganku.

“ Entahlah, mama sering marah-marah karena ada goresan dimobilnya.” Kataku tak acuh.

“ Kamu harus lebih berhati-hati jika mengendarai mobil itu. Mahal loh,” kata Lily. Aku hanya tertawa melihat ekspresinya. Suara derungan mesin mobil terdengar jelas oleh telingaku. Rupanya mobilku sudah datang.

“ Aku duluan. Kabari jika Ashley dan Dinda bisa malam ini,” kataku sembari memasuki mobil.

“ Okay, ketemu di mal jam 6,” kata Lily. Aku mengacungkan jempolku. Lily tersenyum dan menganggukan kepalanya. Mobilku langsung melaju ke jalanan Jakarta. Lima belas menit kemudian aku tiba di rumahku. Orang tuaku tidak ada dirumah. Sepertinya masih kerja. Aku langsung ke kamar, dan merebahkan badanku di kasur yang empuk. Baru saja aku memejamkan mataku, ponsel ku berdering. Aku membukanya dan melihat pesan dari Lily.

“ Jam 6 di kokas, ketemuan di starbucks, jangan telat :) “

Aku tersenyum membaca itu dan segera bersiap-siap. Kemungkinan besar malam ini kami akan menonton di bioskop. Setelah mandi, aku bergegas ke lemariku untuk memilih baju. Butuh 45 menit untukku mencari baju yang pas. Setelah puas dengan penampilanku aku mengambil tas ku dan langsung menuruni tangga.

Sesampainya di lantai bawah, aku langsung mengambil kunci mobil yang tergeletak di meja ruang tamu. Aku membuka pintu rumah dan berjalan ke arah mobil. Aku segera masuk kedalam Ferrari berwarna merah itu dan menyalakan mesin mobil. Tidak ingin telat, aku segera melajukan mobilku menuju mal kota kasablanka. Butuh hampir sejam untuk sampai ke mal tersebut. Hari ini Jakarta sangat macet, beruntung aku tau beberapa jalan alternatif. Mal ini sangat ramai dan semua parkiran penuh. Aku akhirnya memutuskan untuk valet. Setelah memberi petugas uang, aku berlari kecil menuju star bucks. Sesampainya disana aku melihat teman-temanku melambaikan tangan kearahku.

“ Lama sekali menunggumu,” Kata Lily sambil menyeruput latte nya.

“ Maaf, jalanan hari ini sangat padat,” kataku kepadanya. Teman-temanku hanya mengganguk-anggukan kepala mereka.

“ Ayo, kita nonton. Aku bosan hanya duduk-duduk disini,” kata Ashley.

Kami mengangguk dan segera berdiri, meninggalkan starbucks. Sesampainya di theater, kami segera memilih film. Ashley ingin sekali menonton film horror, namun Lily dan Dinda menolak. Mereka memang yang paling penakut di grup pertemanan kami. Kami akhirnya sepakat untuk menonton film action. Film itu dimulai jam delapan lewat lima, kemungkinan kami akan pulang sekita jam sepuluh hingga sebelas.

“ Aku ingin di premier. Film itu dua jam lebih, pasti sangat melelahkan jika duduk di bangku biasa,” Gerutu Dinda. Kami pun menyetujuinya.

Kami memesan beberapa makanan. Kami berbincang-bincang sedikit sebelum akhirnya masuk ke theater. Film segera diputar. Dua jam berlalu dengan cepat. Tak terasa film itu sudah selesai.

“ Aku harus segera pulang, mama sudah telfon dari tadi,” kata Ashley saat kami keluar dari bioskop. Kami mengangguk dan akhirnya berpisah.

Tak lama setelah Ashley pulang, Dinda berpamitan untuk pergi duluan. Kami tersenyum dan melambaikan tangan kepadanya. Sekarang tinggalah Lily dan aku.

“ Aku duluan, dy. Supirku sudah datang. Kamu perlu tumpangan?” Tanya Lily kepadaku.

“ Tidak usah. Aku membawa mobil sendiri,” kataku kepadanya.

“ Ok, hati-hati di jalan,” kata Lily sembari berjalan menuju mobilnya.

Aku tersenyum hangat kepada Lily dan melambaikan tanganku. Aku melihat jam, sudah pukul sepuluh lewat empat puluh lima. Aku harus segera pulang. Aku berjalan cepat menuju mobilku dan membuka pintu. Aku menguap dan menyalakan mesin mobil.

Setelah membayar parkir, aku langsung mengendarai mobilku dengan cepat. Ini hampir tengah malam dan aku sangat mengantuk. Aku ingin cepat-cepat tidur. Aku mulai mengantuk dan perlahan menutup mata.

Saat aku membuka mata, aku panik. Dengan cepat aku membanting setirku kearah kanan. Mobilku sedikit tergores tiang listrik yang hampir kutabrak. Aku menghela napas lega dan kembali fokus ke jalanan.
Aku sampai dirumah tiga puluh menit kemudian. Aku melihat mobil mama dan papa sudah terparkir di halaman rumah. Aku memarkir mobilku dengan asal dan segera memasuki rumah. Aku mendapati orang tuaku sedang duduk di ruang tamu menonton televisi.

“ Dari mana saja kamu Audy? Kamu tau ini jam berapa?” Tanya papaku dengan eksperi marah. Aku mengembuskan napas malas.

“ Bukan urusan papa,” kataku asal. Aku benar-benar mengantuk.

“ Audy, papa tanya harus dijawab!” Bentak papaku marah.

“ Bisa besok gak sih? Aku ngantuk tau,” gerutuku kesal.

“ Audy bersikaplah sopan kepada papa mu,” kata mamaku dengan lembut.

“ Terserahlah,” kataku kemudian menaiki tangga.

Aku membuka pintu kamarku dan membantingnya asal. Aku segera merebahkan badanku ke kasur. Aku memang tidak pernah akur dengan orang tua ku. Apapun yang aku lakukan selalu salah dimata mereka.

Dari kecil aku selalu mencoba untuk membuat orang tuaku bangga, tapi apapun yang aku lakukan tidak pernah memuaskan mereka. Mereka selalu ingin aku menjadi yang terbaik, yang paling sempurna. Hingga akhirnya aku lelah sendiri. Aku berhenti mencoba, berhenti menjadi sosok yang sempurna. Aku selalu mengabaikan semua yang mereka katakan. Menurutku itu hanyalah sandiwara yang tidak penting. Aku menghela napas lelah dan akhirnya tertidur.




Aku terbangun dari tidurku. Aku melihat jam. Aku hampir saja kesiangan, untung saja aku terbangun dari tidurku. Aku bergegas ke kamar mandi dan segera membersihkan badanku yang mulai terasa lengket. Setelah selesai aku langsung memakai seragamku dan mengambil tasku.

Setelah perdebatan tadi malam, aku tidak ingin bertemu dengan orang tuaku saat ini. Aku segera menuruni tangga. Aku langsung menuju dapur dan mengambil roti bakar yang sudah tersedia di meja.

“ Audy, kenapa mobilnya bisa baret gini?” Tanya mamaku marah, melipatkan kedua tangannya.

“ Itu gak sengaja,” jawabku asal dan kembali mengunyah.

“ Kamu tau berapa harga untuk mengecat ini kembali? Mahal Audy,” kata mamaku dengan nada dingin.

“ Terus? Mama sama papa kaya, punya harta kan? Punya uang kan? Kenapa gak dipake?” Kataku kesal.

“ Audy, jaga sikap kamu!” Bentak mamaku.

“ Males jaga sikap, gak guna. Keliatan ‘fake’. Udahlah aku mau sekolah,” kataku kemudian berjalan menuju pintu rumah.

Supirku membukakan pintu mobil dan aku segera masuk. Aku tidak ingin melanjutkan perdebatan ini lagi. Pasti akan panjang dan tidak ada akhirnya. Aku sudah lelah. Aku ingin hari ini cepat berakhir. Setelah memanaskan mesin mobil, supir ku segera mengendarai mobil menuju sekolahku.

Sesampainya di sekolah, aku langsung turun dari mobil dan berjalan menuju gerbang sekolah. Aku melihat Lily dan Dinda sedang berbincang-bincang. Aku segera menghampiri mereka.

“ Lil, din!” Teriak-ku dari jauh, kemudian berlari kecil kearah mereka. Mereka tersenyum kemudian melambaikan tangannya.

“ Cie, yang sebentar lagi ulang tahun,” kata Lily menggodaku. Aku memang akan ulang tahun minggu ini pada hari sabtu. Sepertinya aku akan mengadakan pesta di rumah, tapi entahlah.

“ Aku belum menemukan kado, kamu mau apa?” Tanya Dinda kepadaku.

“ Apa saja. Dimana Ashley?” Tanyaku kepada mereka.

“ Ashley sakit, dia tidak masuk. Pasti kamu belum cek grup,” kata Dinda. Aku hanya mengangguk.

Kami berjalan menuju kelas kami. Walaupun masih lama bel akan berbunyi, setidaknya kelas sepi. Jauh lebih enak untuk bercakap-cakap di dalam kelas, jika dibandingkan dengan lapangan yang ramai. Aku segera memasukan tas kedalam loker dan berjalan kedalam kelas, diikuti oleh Lily dan Dinda. Setelah duduk, barulah Lily membuka topik. Seperti biasa Lily pasti tau berita terbaru yang beredar di sekolah. Kami terus berbincang, pindah dari topik ke topik.

“ Kemarin seru sekali. Apa yang kalian lakukan setelah aku pulang?” Tanya Dinda kepada kami.

“ Setelah berbicara tentang film yang kita tonton, kami langsung pulang,” kata Lily kepada Dinda.

“ Kalian tahu, kemarin aku hampir saja menabrak tiang listrik dan mobilku tergores,” kataku mengingat kejadian kemarin.

“ Serius? Apakah kamu tidak apa-apa?” Tanya Lily khawatir. Aku hanya mengangguk sebagai balasan.

“ Singkat cerita, mama marah karena aku menggores mobil itu,” kataku masih kesal.

“ Kamu harus lebih berhati-hati,” kata Dinda menasehati ku.

“ Aku tau. Hanya saja mama marah sekali. Seolah-olah aku membakar habis hartanya,” kataku dengan kesal.

“ Kamu harus bersyukur dy. Tidak semua orang bisa semampu kamu,” Kata Lily yang diikuti oleh anggukan Dinda.

“ ya, ya,” jawabku asal. Jujur aku masih sangat kesal kepada mama dan papa.

Bel sekolah berbunyi. Pelajaran segera dimulai. Setengah hari berlalu barulah sekolahku selesai. Aku berjalan ke mobilku. Aku ingin segera pulang dan tidur. Mobilku sampai di rumah lebih cepat karena hari ini tidak terlalu macet. Aku segera turun dari mobil dan masuk kedalam rumah.

“ Bi, aku mau makan!” Teriakku kepada bibi, salah satu asisten rumah tangga yang dikhususkan untuk melayaniku.

“ Neng Audy mau apa?” Tanya bibiku dengan lembut.

“ Apa aja, yang penting jangan ikan,” kataku. Aku menaiki tangga dan langsung membuka pintu kamarku.

Aku melempar tas sekolahku ke sembarang arah dan langsung merebahkan tubuhku ke kasur yang empuk. Aku melihat langit-langit kamarku dan bersenandung kecil. Aku menepuk jidatku, teringat sesuatu.

Aku segera mengambil ponsel. Dengan cepat aku menyebarkan pesan kepada teman-temanku untuk datang kerumah hari minggu ini karena aku sedang berulang tahun. Aku memang suka mengadakan pesta di rumah ini. Ruangan-ruangan dirumahku terbuka membuatnya terasa lebar. Ketokan dipintu membuyarkan lamunanku.

“ Permisi, neng Audy, makanannya sudah siap,” kata bibi dengan lembut.

“ Oh iya, makasih bi,” kataku.

Aku beranjak turun dari kasur. Aku langsung menuruni tangga dan duduk dimeja makan. Aku memakan makananku dengan lahap. Belum sampai sepuluh menit makananku sudah habis. Aku mengelap bibirku dan berjalan menuju kamarku.

Sesampainya dikamar aku segera membuat daftar untuk apa yang aku butuhkan esok hari. Besok ulang tahunku dan masih banyak yang harusku persiapkan. Aku belum memesan kue, makanan dan beberapa hal lain yang aku butuhkan untuk besok.

Aku menelpon beberapa toko makanan dan toko kue untuk besok. Rencananya aku ingin mengadakan pesta yang bernuansa ‘outdoor’ dan aku akan mengadakannya di halaman belakang. Halaman belakangku luas. Aku mempunyai kolam renang, taman dan berbagai tempat untuk bersantai-santai. Aku mempersiapkan semuanya hingga larut malam hari, kemudian tertidur dengan pulas.





Waktu berjalan cepat. Tidak terasa sekarang sudah hari sabtu. Aku terbangun dari tidurku. Sebuah senyum tercetak di bibirku. Hari ini hari ulang tahunku. Teman-temanku akan datang jam 1 siang untuk merayakan ulang tahunku. Aku segera bangun dan segera bersiap-siap. Aku harus memastikan semuanya berjalan lancar. Aku menuruni tangga dan berjalan ke ruang tengah. Aku melihat mama dan papa berada di ruang tamu.

“ Selamat ulang tahun anak mama,” ucap mamaku dengan hangat. Beliau kemudian memelukku erat.

“ Maafkan mama, kemarin sudah membentak kamu nak,” kata mamaku lembut.

“ ya,” jawabku singkat. Aku memang masih kesal. Aku bukan tipe orang yang gampang memaafkan.

“ Anak papa, sudah besar. Selamat ulang tahun nak,” kata papaku yang kemudian memelukku. Aku hanya tersenyum sebagai balasan.

Aku teringat ponselku masih diatas. Dengan cepat, aku menaiki tangga dan membuka pintu kamarku. Aku melihat ponselku berada di atas nakas. Aku berjalan kearah nakas dan mengambil ponselku. Banyak sekali notifikasi dari teman-teman, adik kelas dan bahkan kakak kelas yang sudah menjadi alumni sekolah. Aku melihatnya satu persatu dan membalas ucapan mereka.

“ Audy, apakah kamu yang memesan semua barang-barang ini,” Teriak mamaku dari bawah. Aku langsung beranjak keluar kamar dan segera turun ke lantai bawah.

“ Iya ma,” jawabku. Aku menyuruh petugasnya untuk memasang dekorasi dan perlengkapan lainnya yang akan kubutuhkan.

Semua dekorasi dan perlengakapan lain sudah dipasang. Semua sudah berada ditempat yang sempurna. Aku sekarang sedang menanti kue. Toko kue telah menelfonku dan berkata bahwa kuenya akan datang sebentar lagi. Aku hanya tinggal menunggu. Setelah menunggu beberapa menit, kueku akhirnya datang.

Kue itu sangat besar. Aku memang memesan kue yang mempunyai beberapa ‘layer’ tapi aku tidak pernah mengira akan sebesar ini. Kue itu berasa vanila dan mempunyai tiga lapis. Kue itu sangat cantik. Kue bundar berwarna putih itu mempunyai hiasan bunga-bunga berwarna merah muda dan ungu yang sepertinya terbuat dari krim. Aku mempersilahkan petugas pembawa kue itu masuk kedalam rumah.

“ Taruh di sebelah sana,” kataku kepada orang yang membawa kue itu. Orang itu menaruh kue pesananku ke meja besar yang sudah disediakan.

“ Terima kasih,” ucapku, kemudian memberinya beberapa lembar uang. Orang itu hanya mengganguk dan segera keluar rumah.
Aku melihat daftar yang ada diponselku. Semuanya sudah selesai. Aku melihat keselilingku. Bangku-bangku dan sofa sudah diletakkan pada tempatnya, minuman dan makanan pun sudah disediakan. Aku tersenyum puas melihat hasilnya. Alu menarik nafas untuk sejenak, menikmati pemandangan kolam dan tamanku. Suara air terjun di kolamku membuat suasana terasa lebih sejuk dan nyaman.

Aku melihat jam diponselku, sudah hampir jam 12 siang. Aku berlari kecil kearah tangga. Setelah sampai di kamar, aku langsung memilih baju. Aku mengambil gaun selutut dan berlengan warna putih. Tepat saat aku selesai bersiap-siap, bel rumah berbunyi. Aku segera turun kebawah dan membuka pintu rumah.

“ Selamat ulang tahun!” Teriak Lily, lalu memelukku erat, diikuti oleh Ashley, Dinda dan teman-temanku yang lain. Teman-teman sekelasku ikut datang dengan Lily dan mengucapkan selamat kepadaku. Aku tersenyum dan mengucapkan terima kasih.

Aku mempersilahkan mereka masuk dan menuntun mereka menuju halaman belakangku. Melihat ada kolam renang, teman-temanku langsung bersorak gembira. Bahkan yang laki-laki sudah mulai meloncat masuk ke kolam renang. Aku hanya tertawa melihat tingkah mereka.

“ Maafkan mereka. Mereka tidak punya sopan santun,” kata Ashley, kemudian tertawa. Aku ikut tertawa.

“ Audy,” panggil mamaku dari dalam rumah. Aku menoleh dan berpamitan sebentar ke teman-temanku. Aku beranjak masuk ke dalam rumah.

“ Apa ma?” Tanyaku tidak sabar.

“ Mama dan papa mempunyai hadiah special untukmu,’’ Kata mama sambal memberikanku sebuah kotak. Tanpa berlama-lama aku membuka kotak tersebut. Aku melihat sebuah kalung dengan permata berwarna hitam, sepertinya sudah tua.

“ Itu adalah kalung warisan keluarga kami nak selama tujuh generasi,’’ Kata mamaku dengan senyumnya.

“ Maksud mama ini bekas? Audy tidak suka barang bekas,’’ Kataku sambal menutup kembali kotaknya.

“ Audy, itu bukan barang bekas. Berhati-hatilah dengan omonganmu!’’ Bentak papaku.

“ Itu barang bekas. Sudah dipakai oleh orang lain kan? Yasudah Audy mau main sama temen-temen. Jangan diganggu lagi buat hal yang gak penting,’’ Kataku sambal berjalan keluar dari ruang tamu menuju kolam. Aku mendengar isak tangis mamaku, sementara papa hanya mencoba menenangkannya. Aku berjalan menuju teman-temanku tak acuh dan kembali tertawa bersama mereka.

Jam 7 malam barulah acaraku selesai. Teman-temanku sudah pulang dan asisten rumah tangga sedang membersihkan halaman belakang. Aku sangat mengantuk. Aku langsung beranjak menuju kamar dan langsung tidur.

Aku membuka mata. Sudah pagi. Setelah cuci muka dan menggosok gigi, aku turun ke bawah untuk mengambil seragam. Saat aku sampai dibawah aku mendengar bibi menangis. Aku menghampiri bibi yang sedang menangis.

‘’ Bi, kenapa?’’ tanyaku pelan. Bibi tidak menjawab namun memelukku dan terus menangis. Aku bingung seketika. Padahal kemarin bibi baik-baik saja.

‘’ Kenapa bi?’’ tanyaku lagi.

‘’ Mereka sudah tidak ada neng, bibi hanya sendiri sekarang. Neng jangan tinggalin bibi,’’ Kata bibi sambal terus menangis.

‘’ Siapa yang tidak ada bi?’’ tanyaku pada bibi.

‘’ Nyonya dan tuan neng. Maafkan bibi,’’ Ucap bibi sekali lagi. Aku rasa duniaku hancur saat itu juga.

‘’ Gak bibi bohong!’’ Teriakku marah.

‘’ Bibi gak bohong neng, maaf,’’ ucap bibi dan kembali menangis. Aku tidak percaya akan hal ini. Aku berlari ke kamar dan mengunci pintu. Aku berteriak sekeras-kerasnya, membanting semua yang berada dikamarku. Mama dan papa sudah tidak ada. Aku menangis sepanjang hari, mengunci diri di kamar. Aku mengambil kotak hadiah ku. Aku melihat kalung itu dan menggengamnya kuat-kuat. Terakhir kali yang kita lakukan adalah bertengkar. Aku menyesal. Menyesal dengan semua perbuatanku.

‘’ Papa, mama, maafin Audy,’’

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Restaurant (DT)

My paintings

Cinderella Drama and Script